Banyuwangi -Alunan musik gesek yang dimainkan Haidy
Bing Slamet (32), warga Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi ini
sangat menyayat hati. Lagu percintaan khas using Banyuwangi
"Impen-impenen" diiramakannya dengan biola yang dibuatnya itu. Menambah
suasana magis lagu using itu.
Selain mahir memainkan alat musik
yang berasal dari Eropa tersebut, Haidy atau biasa dipanggil Edy ini,
juga sangat mahir membuatnya. Sudah 10 tahun dirinya menekuni pekerjaan
membuat biola. Edy mengaku belajar secara otodidak untuk membuat biola
itu. Dirinya mengaku beli biola jadi dan kemudian membongkarnya.
"Saya
dulu beli biola terus saya bongkar dan saya coba membuat cetakan biola.
Setelah itu saya coba bikin biola sendiri," ujarnya , sembari menunjukkan biola perdananya yang tak dijual.
Edy menekuni pekerjaan membuat biola ini karena keterpaksaan, lantaran
pembuat biola di Banyuwangi meninggal dunia. Jika beli pun, Edy mengaku
terlalu mahal. Berbekal kenekatan membongkar biola satu-satunya itu,
akhirnya Edy menerima banyak pesanan. Pesanan datang biasanya dari
pembeli lokal di Banyuwangi. Namun tidak jarang biola buatan Edy ini
dipesan dari luar kota bahkan luar negeri.
"Sudah banyak pesanan
yang saya buat. Yang paling jauh dari Prancis, turis datang ke rumah
minta dibuatkan biola dari serpihan kayu yang disatukan, sulitnya minta
ampun,"tambahnya.
Untuk bahan baku biola, Edy mengaku memilih
kayu yang bagus. Mulai dari kayu jati, mahoni, sentul, dan ijoan.
Terkadang Edy mencari kayu eben yang banyak tumbuh di Sulawesi. Biasaya,
untuk bahan biola atau tabungnya, Edy memilih kayu yang tidak padat
seratnya, sementara untuk kayu kerasnya digunakan untuk aksesoris dan
papan senar.
"Kayunya harus pilihan. Jika tidak bunyi biolanya
tidak enak. Untuk kayu eben sulit dicari, tapi di Banyuwangi ada
gantinya dengan menggunakan kayu sonokeling dan kayu laban," ujar pria
berjambang ini.
Sementara untuk alat geseknya, Edy mengaku membuatnya dari senar pancing biasa. Sebab, dulu alat gesek menggunakan ekor kuda.
Untuk
harga, Edy mematok harga Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta rupiah per biola
buatannya. Selama sebulan, Edy bersama dengan 4 orang tukang kayu dari
desa-nya membuat 8 biola. Minimnya jumlah biola yang dibuatnya, lantaran
rumitnya pengerjaan biola dan saat ini Edy bersama rekannya masih
menggunakan alat tradisional.
"Omzet perbulan bisa sampai 5 juta. Sisanya adalah ongkos tenaga kerja dan bahan," tambahnya.
Untuk
saat ini, kata Edy, minat pembelian biolanya meningkat. Dirinya mengaku
kewalahan lantaran banyaknya pesanan dari Banyuwangi maupun luar
Banyuwangi.
Saat ini, selain membuat biola, Edy mengaku sedang
sibuk melatih anak-anak di desanya agar mahir memainkan biola. Setiap
hari ada 3 sampai 5 anak-anak usia 7 sampai 15 tahun belajar biola.
Bahkan jika berkenan pun, orang yang memesan biolanya juga akan diajari
memainkan biola.
"Itu service saya kepada pelanggan.
Tapi kalau anak-anak kecil ini agar ada penerus pemain biola di
Banyuwangi, khususnya pemain musik di sini," tandas pria lajang ini.
Alat
musik dari Eropa ini masuk dalam seni musik Banyuwangi dibawa oleh
Belanda pada masa penjajahan lalu. Biasanya, biola digunakan untuk
kesenian gandrung dan kesenian khas Banyuwangi lainnya, sebagai melody
menggantikan suling. Dan perbedaan biola Eropa dan biola khas
Banyuwangi, adalah nada-nada serta laras yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar