Surabaya -Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, punya
konsep unik tentang pembangunan yang mengintegrasikan sektor primer
(pertanian), sekunder (industri pengolahan), dan tersier (jasa keuangan
dan pariwisata). Integrasi ketiga sektor itu menjadi kunci keberhasilan
pembangunan di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java.
"Jadi
antar-sektor ekonomi itu tidak saling memakan, tapi saling menopang.
Kami atur bagaimana pertanian menyuplai perkembangan pariwisata
Banyuwangi, akhirnya menjadi agro-tourism. Dan ini jalan di Banyuwangi,"
kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di acara 'Public Figure on
Talk (PIFOT) 2014' ITS, Surabaya, Sabtu (26/4/2014).
Anas
mengatakan, integrasi antar-sektor lainnya ditunjukkan lewat pemaduan
sektor pertanian dan industri pengolahan. Sejumlah sentra pertanian di
Banyuwangi diintegrasikan dengan industri pengolahan, baik industri
skala kecil, menengah, maupun besar.
"Produk primer pertanian
terutama buah dan sayur diberi nilai tambah, ada yang jadi jus, keripik,
kue-kue, saus. Sebagian masuk ke industri besar produsen makanan yang
sangat terkenal di Indonesia. Untuk pemasarannya, ada yang kami
integrasikan dengan jaringan di berbagai kota. Khusus untuk manggis
sudah ekspor ke Jepang, Singapura, Timur Tengah, dan lain-lain," kata
Anas.
Adapun untuk pertanian pangan seperti padi, diberi nilai
tambah dengan produk organik sehingga nilai jualnya tinggi. "Selain itu,
perkebunan tebu sedang dirintis satu tahun terakhir untuk memenuhi
kebutuhan pabrik gula terbesar yang dibangun di Banyuwangi dan
beroperasi akhir tahun depan dengan kapasitas giling 10.000 ton tebu per
hari. Nanti selain gula, produknya ada energi berbasis tebu, yaitu
bioetanol, biokompos, dan listrik dari ampas tebu," ujarnya.
Adapun
sektor perikanan dipadukan dengan industri makanan, seperti pembuatan
bakso dan kerupuk ikan. "Sarden dan ada unagi dari sidat, itu makanan
favorit warga Jepang. Produk ikan dan turunannya sudah diekspor ke lebih
dari 10 negara, yang terbesar ke Jepang," tuturnya.
Anas
berharap, kinerja sektor pertanian dengan berbagai subsektornya bisa
semakin bersinergi dengan industri dan menopang pariwisata yang
berkembang. Itu semua ditopang oleh sektor keuangan, di mana perbankan
di Banyuwangi pada 2013 menyalurkan kredit sebesar Rp4,3 triliun,
meningkat 25% dibanding 2012. Pertumbuhan kredit di Banyuwangi melampaui
pertumbuhan kredit secara nasional.
Hasil integrasi antar-sektor ala Banyuwangi ini telah menghasilkan
perubahan. Di antaranya penurunan kemiskinan dari level 20% sebelum
dirinya menjabat menjadi ke level 9,93% selama tiga tahun terakhir.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari posisi 3,92% menjadi
3,4% dalam tiga tahun terakhir. Tingkat pengangguran di Banyuwangi lebih
rendah dibanding Jatim yang sebesar 4,12%.
Di bidang penanaman
modal, pada 2013, investasi yang masuk di Banyuwangi mencapai Rp 3,2
triliun, meningkat hingga 175% dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp 1,1
triliun. Jika dibandingkan dengan 2010 yang investasinya baru Rp 272
miliar, investasi di Banyuwangi melonjak drastis hampir 1.100%.
Tingkat
pertumbuhan ekonomi Banyuwangi dalam tiga tahun terakhir selalu di atas
rata-rata nasional. Pendapatan per kapita per tahun di Banyuwangi pada
2013 mencapai Rp 21,84 juta, meningkat dari posisi 2010 sebesar Rp15,14
juta. Pendapatan per kapita di Banyuwangi termasuk yang tertinggi di
Jatim.
"Laju inflasi kami juga terkelola dengan baik, tahun lalu
6,12%, di bawah Jatim yang sebesar 7,59%. Tingkat inflasi yang rendah
ini menunjukkan pengelolaan harga barang yang baik," beber Anas.
detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar