Blogroll

SELAMAT DATANG DI BLOG BANYUWANGI BERSATU YANG SEDERHANA INI | TWITTER: @BwiBERSATU | IG: @bwibersatu | Grup FB : BANYUWANGI BERSATU....

Sabtu, 05 April 2014

Biola Made In Banyuwangi yang Tembus Pasar Dunia

Banyuwangi -Alunan musik gesek yang dimainkan Haidy Bing Slamet (32), warga Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi ini sangat menyayat hati. Lagu percintaan khas using Banyuwangi "Impen-impenen" diiramakannya dengan biola yang dibuatnya itu. Menambah suasana magis lagu using itu.

Selain mahir memainkan alat musik yang berasal dari Eropa tersebut, Haidy atau biasa dipanggil Edy ini, juga sangat mahir membuatnya. Sudah 10 tahun dirinya menekuni pekerjaan membuat biola. Edy mengaku belajar secara otodidak untuk membuat biola itu. Dirinya mengaku beli biola jadi dan kemudian membongkarnya.

"Saya dulu beli biola terus saya bongkar dan saya coba membuat cetakan biola. Setelah itu saya coba bikin biola sendiri," ujarnya , sembari menunjukkan biola perdananya yang tak dijual.

Edy menekuni pekerjaan membuat biola ini karena keterpaksaan, lantaran pembuat biola di Banyuwangi meninggal dunia. Jika beli pun, Edy mengaku terlalu mahal. Berbekal kenekatan membongkar biola satu-satunya itu, akhirnya Edy menerima banyak pesanan. Pesanan datang biasanya dari pembeli lokal di Banyuwangi. Namun tidak jarang biola buatan Edy ini dipesan dari luar kota bahkan luar negeri.

"Sudah banyak pesanan yang saya buat. Yang paling jauh dari Prancis, turis datang ke rumah minta dibuatkan biola dari serpihan kayu yang disatukan, sulitnya minta ampun,"tambahnya.

Untuk bahan baku biola, Edy mengaku memilih kayu yang bagus. Mulai dari kayu jati, mahoni, sentul, dan ijoan. Terkadang Edy mencari kayu eben yang banyak tumbuh di Sulawesi. Biasaya, untuk bahan biola atau tabungnya, Edy memilih kayu yang tidak padat seratnya, sementara untuk kayu kerasnya digunakan untuk aksesoris dan papan senar.

"Kayunya harus pilihan. Jika tidak bunyi biolanya tidak enak. Untuk kayu eben sulit dicari, tapi di Banyuwangi ada gantinya dengan menggunakan kayu sonokeling dan kayu laban," ujar pria berjambang ini.
Sementara untuk alat geseknya, Edy mengaku membuatnya dari senar pancing biasa. Sebab, dulu alat gesek menggunakan ekor kuda.

Untuk harga, Edy mematok harga Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta rupiah per biola buatannya. Selama sebulan, Edy bersama dengan 4 orang tukang kayu dari desa-nya membuat 8 biola. Minimnya jumlah biola yang dibuatnya, lantaran rumitnya pengerjaan biola dan saat ini Edy bersama rekannya masih menggunakan alat tradisional.

"Omzet perbulan bisa sampai 5 juta. Sisanya adalah ongkos tenaga kerja dan bahan," tambahnya.

Untuk saat ini, kata Edy, minat pembelian biolanya meningkat. Dirinya mengaku kewalahan lantaran banyaknya pesanan dari Banyuwangi maupun luar Banyuwangi.

Saat ini, selain membuat biola, Edy mengaku sedang sibuk melatih anak-anak di desanya agar mahir memainkan biola. Setiap hari ada 3 sampai 5 anak-anak usia 7 sampai 15 tahun belajar biola. Bahkan jika berkenan pun, orang yang memesan biolanya juga akan diajari memainkan biola.

"Itu service saya kepada pelanggan. Tapi kalau anak-anak kecil ini agar ada penerus pemain biola di Banyuwangi, khususnya pemain musik di sini," tandas pria lajang ini.

Alat musik dari Eropa ini masuk dalam seni musik Banyuwangi dibawa oleh Belanda pada masa penjajahan lalu. Biasanya, biola digunakan untuk kesenian gandrung dan kesenian khas Banyuwangi lainnya, sebagai melody menggantikan suling. Dan perbedaan biola Eropa dan biola khas Banyuwangi, adalah nada-nada serta laras yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar